Selasa, 17 April 2018

Buat saya kurang, buat dia lebih.

     Praangg.... Acoi melemparkan vas bunga ke depan orangtuanya lalu meninggalkan rumahnya dan bersembunyi di sebuah rumah kosong yang pernah dilihatnya di pinggir kota ketika dia berkendara dengan motor bersama teman-temannya. Orangtuanya telah mencarinya selama tiga hari tanpa hasil, tanpa petunjuk. 
     Di rumah kosong itu Acoi bertemu dan berteman dengan Asui yang sudah lebih dahulu menempati rumah kosong itu. Acoi menceritakan betapa orangtuanya sangat buruk, ayahnya pemarah dan pemukul, ibunya cerewet dan suka mengeluh, adik-adiknya selalu diutamakan, orangtuanya pilih kasih. Jadi Acoi merasa bahwa dia berhak untuk berontak dan melukai keluarganya yang rusak itu. 
     Acoi menatap Asui dalam-dalam untuk melihat tanggapannya. Dia menebak-nebak penuh harap, apakah Asui akan ikut marah atas kebobrokan keluarganya, atau dia akan merasa sedih atas kisah yang diceritakan Acoi? Acoi menantikan air segar bagi hatinya yang merindukan penghiburan dari orang lain. 
     Ternyata Asui tersenyum kecil lalu berkata, “Wah kak, saya tidak punya bayangan seperti apa itu keluarga. Terimakasih kakak sudah menceritakannya. Walaupun keluarga kakak nampaknya buruk, tapi saya ingin mencobanya…saya tidak punya keluarga dari kecil kak. Saya yatim piatu. Boleh ya saya gantikan kakak masuk ke keluarga kakak? Kakak boleh tetap tinggal di rumah ini. Kita tukaran ya kak!” Acoi hampir menelan rokoknya yang tinggal setengah ketika mendengar jawaban Asui.